Thursday, June 23, 2011

Fenomena Kesehatan Reproduksi Remaja


Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa, menurut WHO remaja memiliki rentang usia 10-19 tahun. Pada masa ini remaja  akan mengalami perubahan fisik dan  mental yang belum stabil. Perubahan fisik remaja akan terlihat dengan berkembangnya organ seksual sekunder, sedangkan  perubahan mental  meliputi perubahan pandangan prilaku seksual masyarakat. Pada zaman ini, remaja kesulitan untuk memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai isu yang berkaitan dengan seks, seksualitas, kesehatan reproduksi, HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS). Ini terjadi karena berbagai alasan, nilai sosiokultural dan tabu.
Sekarang banyak kasus remaja yang ditemukan seperti meningkatnya penderita HIV/AIDS. Kalimantan Barat menjadi propinsi yang rentan epidemi ini setelah propinsi Papua, Bali, DKI, Jawa Barat, Riau, dan Jawa Timur. UNFPA menyebut propinsi-propinsi ini sebagai propinsi prioritas, yaitu propinsi yang memiliki sub populasi dengan prevalensi HIV/AIDS lebih dari 5%. Menurut data WHO, diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja. Demikian pula halnya dengan kejadian PMS yang tertinggi pada  remaja, khususnya remaja perempuan, pada kelompok usia 15-29. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengajaran yang berasal dari orang tua yang menganggap masalah seksualitas atau reproduksi hanya  diberikan kepada seseorang  yang ingin menikah. Padahal pengajaran sejak dini lebih efektif untuk memberitahukan kepada anak-anak tentang batasan-batasan seksualitas dan penting bagi anak-anak untuk  mengetahui bagaimana menjaga organ vital mereka sejak kecil.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pandangan dan prilaku seksual pada remaja, yaitu: kurangnya pengawasan dan perhatian orang tua akibat kesibukan orang tua, orang tua mengizinkan anak-anak mereka untuk bergaul dengan bebas tanpa memilih-milih teman yang baik, lingkungan yang semakin permisif, dan banyaknya sumber-sumber informasi yang merangsang seksualitas seperti situs porno dan majalah pria dewasa yang beredar luas. Pada prinsipnya pendididkan seks adalah sesuatu yang alami dan sehat. Pendididkan seks ini tidak bersifat porno dan tidak mendorong remaja untuk melakukan hubungan seksual tetapi mendorong remaja untuk bertanggung jawab atas perilaku seks.
Ketidaktahuan remaja mengenai masalah kesehatan reproduksi membuat mereka tidak takut untuk mencoba sesuatu yang menyimpang, contohnya remaja sekarang telah mengannggap pacaran sebagai suatu hubungan yang legal untuk melakukan hubungan seks ringan seperti ciuman. Untuk itu, perlu diadakannya pendidikan sebaya untuk menginformasikan isu seksualitas dan mengenai kesehatan reproduksi remaja. Tujuan penulis adalah agar dapat menjelaskan pentingnya pendidikan dini bagi remaja mengenai kesehatan reproduksi dan memberikan pengetahuan cara menjaga kesehatan reproduksi.
PEMBAHASAN
Kesehatan Reproduksi adalah keadaan yang memungkinkan proses reproduksi dapat tercapai secara sehat baik fisik, mental maupun sosial yang bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelainan. Kemampuan seseorang khususnya perempuan, untuk mengatur dan mengendalikan kesuburannya merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kesehatan reproduksi. Sehat juga mencakup aspek sehat mental dan sehat sosial agar proses reproduksi terlaksana dalam keadaan yang sehat. Pendidikan kesehatan reproduksi dan jender merupakan bagian tidak terlepas satu sama lain. Didalamnya diatur, misalnya, bagaimana relasi sosial laki-laki dan perempuan sejak dini memang sangat perlu untuk diperhatikan, bagaimana untuk berteman dan atau menolak ajakan teman jika tidak sesuai dengan nilai sosialnya, serta ketrampilan untuk dapat mengambil keputusan terbaik.
Saat ini remaja sangat rentan dengan bayaha yang timbul karena pengetahuan mereka yang minim mengenai kesehatan reproduksi. Masalah-masalah yang timbul adalah pertama, perkosaan. Perkosaan tidak hanya terjadi kepada perempuan, juga terjadi pada laki-laki (sodomi). Pada kasus perkosaan biasanya yang sering menjadi korban adalah pihak perempuan. Perkosaan tidak hanya terjadi pada dua orang yang sebaya tapi banyak kasus  menunjukan perkosaan terjadi pada anak di bawah umur oleh orang tuanya atau anggota keluarga yang lain. Kedua, free sex atau seks bebas yang biasa dilakukan remaja (kurang dari 17 tahun) dengan pacar mereka atau dengan pasangan yang berbeda-beda. Seks bebas dapat memperbesar kemungkinan penularan virus HIV atau penyakit seksual lainnya. Tindakan ini biasanya dibarengi dengan pemakaian obat-obatan terlarang yang makin memperparah kondisi psikologis remaja
 Ketiga, kahamilan yang tidak diinginkan hal ini berkembang karena adanya mitos yang beredar di masyarakat bahwa melakukan hubungan seksual merupakan bukti cinta sebuah hubungan. . Sebuah penelitian menyebutkan, selama kurun waktu 1993-1995 tentang kasus remaja putri hamil sebelum menikah yang berjumlah 210 orang , berusia antara 15-24 tahun serta berpendidikan SLTP hingga universitas yang berkunjung ke Pusat Pelayanan Informasi Remaja Cendra Mitra Remaja dan Klinik WKBT PKBI di Medan, Sumatra Utara. Terunngkap bahwa senggama pertama terjadi setelah tiga bulan pacaran pada 25 kasus, enam bulan pacaran ada 62 kasus, saatu tahun pacaran ada 110 kasus, dan ada yang memiliki mitra seks lebih dari satu. Sehingga banyak korban yang akhirnya memutuskan untuk melakukan aborsi. Aborsi juga merupakan masalah yang besar dalam kesehatan reproduksi. Masalah lain yang akan terjadi adalah perkawinan dini yang akan berimbas pada kondisi psikologis remaja karena remaja yang berumur kurang dari 17 tahun belum siap untuk melakukan hubungan seksual dan kehamilan.
Dengan berhubungan seksual juga akan menimbulkan Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS tidak hanya disebabkan karena berubungan seksual tetapi juga disebabkan oleh kurangnya menjaga organ reproduksi. Contoh kecil yang dapat dilihat adalah keputihan. Keputihan dapat bersifat pathology yang disebabkan oleh jamur Candida albicans sehingga keluarnya cairan secara berlebihan dari yang ringan sampai berat misalnya ke-luar cairan kental, berbau busuk yang tidak biasanya dan berwarna kuning sampai kehijauan. Di temukan di sebuah desa, para remaja tidak mengetahui cara membasuh organ vital setelah Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) secara benar yaitu satu arah dari depan ke belakang, mereka juga tidak memakai pakaian dalam karena menurut mereka risih untuk memakainya.
Dengan permasalahan yang memprihatinkan seperti diatas, dibuat suatu pengajaran mengenai pendidikan kesehatan reproduksi remaja dengan sistem pendidikan sebaya. Aktivitas pendidikan ini disebut dengan aktivitas komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang sangat berperanan besar dalam upaya sosialisasi dan memberikan pengetahuan dasar kesehatan reproduksi remaja, resiko reproduksi, seksualitas, keterampilan hidup dan kesetaraan jender. Melalui pendidik sebaya, membuat mereka lebih terbuka dan berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan, dengan pendekatan bersahabat, tidak menggurui atau menghakimi.
Pendidikan sebaya sangat efektif  karena para relawan yang menjadi fasilitator berasal dari usia yang sebaya yang sama-sama mencari ilmu dan dapat merasakan apa yang dirasakan atau dialami oleh responden sebayanya. Pertukaran informasi dilakukan dengan diskusi atau tanya jawab dimana para pendidik sebaya telah diberi pembakalan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan seputar kesehatan reproduksi remaja dan memberi nasehat seputar cara menjaga organ reproduksi yang baik. Pendekatan yang dipakai tidak menggurui atau menghakimi, para responden atau remaja menyatakan sulit untuk mengungkapkan pendapat mereka, perasaan atau kritik bagi guru di dalam kelas. Semua responden mengungkap bahwa sulit dengan kondisi di kelas untuk informasi yang seimbang atau untuk mempunyai perspektif yang berbeda dari guru. Siswa dengan cara pandang yang berbeda dianggap sebagai ‘penyimpangan’ atau tidak memenuhi kompetensi yang disyaratkan oleh guru di kelas.
Pendidik sebaya bersifat bersahabat sehingga saat berkonsultasi remaja merasa nyaman dan terbuka. Secara faktual pelayanan kesehatan reproduksi remaja lebih banyak diakses oleh remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki. Dari jumlah angka 34.061 orang remaja yang mengakses program ini sejak tahun 2002 sampai dengan September 2005, sebanyak 18.341 atau 54% orang adalah remaja perempuan dan selebihnya sebanyak 15.720 orang atau 46% adalah remaja laki-laki. Remaja ini mengakses pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi melalui aktivitas KIE melalui ceramah, diskusi kelompok, latihan persiapan karir, diskusi panel dan pelatihan pendidik sebaya, kampanye massa dan siaran radio.
Metode pendidikan sebaya telah lama dikembangkan oleh beberapa organisasi internasional lain yang bekerja pada kepedulian di bidang HIV/AIDS di Cina. Sejak 1996 Palang Merah Australia (ARC) bekerjasama dengan Palang Merah Yunnan dengan dukungan dana pemerintah Australia telah mengembangkan program pendidikan sebaya yang bertumpu pada masyarakat untuk kawula muda. Mereka akan menggunakan metode sebaya, mengembangkan sekelompok pelatih siswa di setiap sekolah yang menyampaikan pengetahuan yang mereka peroleh pada siswa sebaya.
Selain pendidikan sebaya, upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegahdan mengatasi masalah seksualitas yaitu perlu adanya perhatian dan pengawasan orang tua yang memadai untuk memberikan pendidikan dini seputar kesehatan reproduksi sejak dini. Orang tua seharusnya tidak membatasi  diri dari pertanyaan anak mengenai kesehatan reproduksi dan jangan membohongi anak. Orang tua harus memberikan pemahaman yang  jelas dan apabila tidak mengetahu jawaban yang tepat berjanjilah kepada anak untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam waktu beberapa hari. Berikan lingkungan yang bersih dari unsur seksual yang bersifat merangsang atau merugikan remaja. Kemajuan teknologi di segala bidang memungkinkan anak-anak mengakses situs-situs porno, dan pada masa ini diperlukan pengetahuan orang tua sehingga dapat mendampingi anak-anak atau remaja.
Selain itu perlu bagi remaja untuk mengeksplor dirinya dalam berbagai organisasi, kesibukan, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengalihkan perilaku penyimpangan seksual. Semua pihak yang ikut terlibat dalam penanganan masalah seksual remaja hendaknya meningkatkan tanggung jawabnya terhadap tindakan remaja. Dan penngefektifan pusat layanan informassi kesehatan reproduksi remaja di puskesmas.
KESIMPULAN
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja sangat penting disosialisasikan untuk membangun mental tangggung jawab kepada remaja dan untuk menghindari segala bentuk penyimpangan seksual yang akan merugikan segala pihak. Kesehatan reproduksi adalah keadaan yang memungkinkan proses reproduksi dapat tercapai secara sehat baik fisik, mental maupun sosial yang bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelainan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja yang sangat efektif adalah dengan pendidikan sebaya  karena para responden akan  lebih terbuka dan berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan, dengan pendekatan bersahabat, tidak menggurui atau menghakimi. Peranan orang tua juga sangat penting dalam pendidikan kesehatan reproduksi remaja.


Daftar Pustaka
Pangkahila, Wimpie, dkk. 1998. Kesehatan Reproduksi Remaja. Penyusun, Nathalie
Kollmann.  Ed.1. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
Hawati, Roosna, dkk. 2001. Sketsa Kesehatan Reproduksi Perempuan Desa. Cetakan.
1. Malang: YPP Press.
-----.  “Pendidikan Seks Menggunakan Metode Sebaya,” Bukan katanya.
-----. “Memfasilitasi Pendidikan Sebaya : Kondisi Remaja Pontianak”.
kondisi-remaja-pontianak/. (19 Desember 2010).
Widayati, Aris. “Mari Mengenal Tentang “Keputihan” Pada Wanita”.
pada wanita/. (25 ddesember 2010).

1 comment:

  1. emperor casino no deposit bonus codes 2020
    Emperor Casino offers 제왕카지노 a 인카지노 generous welcome bonus package when you febcasino sign up, plus many casino bonuses. Get bonuses at the best new casino sites with no deposit.

    ReplyDelete